Ada mungkin yang belum menghafal bacaan ini saat rukuk dan sujud. Ada faedahnya pula yang terkandung di dalamnya.
Riyadhus Sholihin, Kitab Al-Adzkar, Bab Keutamaan Dzikir dan Dorongan untuk Berdzikir
Hadits #1425
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يُكْثِرُ أَنْ يَقُوْلَ فِي رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ : (( سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca saat rukuk dan sujud ‘SUBHAANAKALLOHUMMA ROBBANAA WA BIHAMDIKA ALLOHUMMAGH-FIRLII (artinya: Mahasuci Engkau, Ya Allah, Rabb kami, dengan memuji-Mu, Ya Allah, ampunilah aku).’” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 817 dan Muslim, no. 484]
Penjelasan:
1- Makna tasbih adalah tanzih, yaitu menyucikan. Sehingga makna “Subhanallah” adalah Mahasuci Allah artinya menyucikan Allah dari berbagai sifat kekurangan.
2- Makna “wa bihamdika” adalah segala pujian untuk-Mu, yaitu karena bisa menyucikan Allah, kita memuji Allah. Maksudnya di sini karena taufik, hidayah dan karunia dari Allah untuk bisa bertasbih kepada-Nya, maka kita memuji-Nya. Hal itu dilakukan bukan karena daya dan kekuatan kita, namun semata-mata pertolongan Allah.
3- Atas nikmat Allah, kita bisa bertasbih, maka kita diperintahkan untuk bersyukur kepada-Nya.
4- Kita harus menyandarkan setiap urusan pada Allah karena segala ketentuan di tangan Allah.
5- Dianjurkan berdoa dengan bacaan doa dan dzikir semacam ini ketika rukuk dan sujud, dan boleh merutinkannya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
6- Ada keutamaan berdoa ketika rukuk dan sujud, asalkan doa tersebut tidak dengan kalam manusia.
Dari Mu’awiyah bin Hakam As-Sulamiy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya ketika ia menjawab ucapan orang yang bersin dengan menyebut “yarhamukallah” lalu orang-orang pada memandanginya,
إِنَّ هَذِهِ الصَّلاَةَ لاَ يَصْلُحُ فِيهَا شَىْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
“Ingatlah shalat itu tidak pantas di dalamnya terdapat perkataan manusia. Shalat itu hanya tasbih, takbir dan bacaan Al-Qur’an.” (HR. Muslim, no. 537)
8- Anjuran membaca “SUBHAANAKALLOHUMMA ROBBANAA WA BIHAMDIKA ALLOHUMMAGH-FIRLII” sebagai realisasi (ta’wil) ayat,
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An-Nashr: 3)
9- Doa ini mengajarkan sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seringkali membaca bacaan tersebut yang berisi doa meminta ampun pada Allah.
Hadits #1426
وَعَنْهَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَقُوْلُ فِي رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ :(( سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الملاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ )) . رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rukuk dan sujudnya mengucapkan, “SUBBUHUN QUDDUS ROBBUL MALAAIKATI WAR-RUUH (artinya: Mahasuci, Maha Qudus, Rabb para malaikat dan Ar-Ruh [Jibril]).” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 487]
Penjelasan:
- Makna “subbuhun” adalah menyucikan Allah dari sifat-sifat kekurangan dan menyucikan-Nya dari sekutu serta segala sesuatu yang tidak layak mendapatkan sifat ilahiyah.
- Makna “quddus” adalah membersihkan dari segala sifat yang tidak pantas disematkan pada Sang Khaliq.
- Ar-Ruh adalah malaikat Jibril.
- Dianjurkan berdoa dengan bacaan doa dan dzikir semacam ini ketika rukuk dan sujud.
- Bolehnya membaca ucapan tasbih saat sujud, berbeda dengan yang meyakini kekhususannya untuk berdoa saja.
- Dianjurkan berdoa kepada Allah dengan menyebut sifat-sifatnya yang mulia.
- Allah itu Rabb semesta alam. Dalam bacaan di atas dikhususkan Rabb malaikat karena malaikat adalah makhluk Allah yang besar, paling taat pada Allah dan terus menerus beribadah kepada-Nya. Lalu disebutkan malaikat Jibril (ar-ruh) karena ia adalah malaikat yang paling mulia.
Referensi:
- Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm. 4:180; 4:183.
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:454-455.
- Kunuz Riyadh Ash-Shalihin. Penerbit Dar Kunuz Isy-biliyya. 17:94-107.
—
Disusun di Pesantren Darush Sholihin, Kamis siang, 20 Shafar 1439 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com